Dunia Putih Biru, Review Film

[Review Film] Meet Me After Sunset, Setiap Hati Memilih Cahayanya Sendiri

IMG-20180224-WA0001Assalammualaikum Wr Wb,

Hi Guys! Kali ini aku mau membagi pengalamanku kemarin setelah nonton bareng film berjudul “Meet Me After Sunset” hasil garapan sutradara Danial Rifki. Film bergenre romance itu boleh ditonton oleh remaja seusia kita atau 13 ke atas. Karena tidak ada adegan yang kurang pantas untuk dilihat.

Minggu lalu kakakku mengajak nobar premiere MMAS (Meet Me After Sunset). Semakin seru karena aku bisa mengajak beberapa orang temanku dan 2 orang yang beruntung adalah Zahra dan Eca. Kebetulan mereka memang sudah tertarik saat melihat trailer filmnya. Jadi kami putuskan pergi hari Kamis, 22 Februari 2018 atau hari perilisan film itu di bioskop. Kami bertiga berangkat dari sekolah langsung saat bel pulang berbunyi dan kakakku akan menyusul dari rumah.

Film ini bercerita tentang kepindahan Vino yang diperankan oleh Maxime Bouttier ke sebuah desa di Ciwedey. Vino yang merupakan bekas anak Jakarta, merasa sedikit kesal harus pindah. Sampai suatu hari ia bertemu dengan perempuan unik yang cantik bernama Gadis yang diperankan oleh Agatha Chelsea. Namun, di sisi Gadis ada seorang petugas penangkaran rusa bernama Bagas yang diperankan oleh Billy Davidson yang selalu menemani Gadis di antara kesepiannya.

Pertemuan mereka bertiga menghasilkan banyak cerita. Impian-impian Gadis satu persatu terwujud karena semangat Vino untuk menyenangkan hati Gadis yang sering terlihat murung. Karena sifatnya yang jenaka, Gadis juga menjadi lebih kuat dalam menghadapi kekurangannya. Kehadiran Bagas yang hangat dan pengertian mulai terabaikan.

Mereka melalui banyak hal, mulai dari pertengkaran-pertengkaran karena kesalahpahaman hingga kebahagiaan atas terwujudnya impian. Hingga suatu hari,

“Bagas sayang Gadis.”

“Jadi Gadisku ya?”

Pernyataan dan pertanyaan yang sama-sama mengharapkan kepastian. Tapi ketika Gadis memberi jawaban, sayang semesta tidak merestukan. Apa yang terjadi? Siapa yang dipilih Gadis, untuk menjadi cahaya yang membuat hidupnya lebih terang dan berwarna?

timthumb
Picture :Google Search

Dan akhirnya film ini terus berhasil membuatku terkejut, endingnya enggak ketebak. Dari yang dibuat seneng dulu, terus ditabrak deh pake realita, terus dibuat seneng lagi, dibuat kaget, intinya kalau kata temenku film ini bikin nyesek terus, kayak lagi naik rollercoaster hehehe:v.

Maxime Bouttier sangat cocok dengan peran Vino, terlihat alami dan cadel yang kadang terdengar saat berbicara menambah kejenakaan sosok Vino. Ditambah ia juga memiliki teman di sekolah barunya yang bernama Dadang (Yudha Keling) seorang vlogger yang percaya kalau dia sama kerennya dengan Vino dan selalu berhasil membuat Vino tertawa.

Agatha Chelsea berhasil mendapatkan setiap ekspresi Gadis. Sosok Gadis terasa semakin hidup, dengan kesendiriannya di malam hari, perempuan yang memiliki banyak impian yang terasa tak mungkin diwujudkan, wajahnya yang terlihat polos dengan mata yang menampakkan banyaknya impian yang dimilikinya.

Billy Davidson juga berhasil memerankan sosok Bagas yang hangat dan pengertian. Sikap kaku dan dingin pada Vino juga berhasil didapatnya. Bagas ibaratkan sosok laki-laki dewasa yang memiliki kriteria sebagai kakak sekaligus sahabat setia Gadis. Chemistry antara mereka bertiga dapet banget. Di sini juga banyak tokoh yang diperankan oleh aktor aktris senior seperti Orangtuanya Vino, Nininya Bagas, dan masih banyak tokoh lain yang menambah serunya film ini.

Sungguhan, kami bertiga (Aku, Zahra, Eca) sangat menikmati film ini dari awal hingga akhir. Perdebatan di dalam bioskop yang terus berlanjut di antara kami bertiga tentang tim Bagas atau Tim Vino. Eca Tim Vino, menjadi yang paling sedih di bioskop. Zahra Tim Bagas, yang terkadang suka ragu pengen jadi tim Vino.

Aku? Sebagai penonton yang baik, aku memilih komposisi dari dua-duanya:v. Just Kidding, sebenarnya masih tangtingtung tapi tampaknya pilihanku jatuh ke Tim Gadis (Lho?). Udah deh, lebih baik kalian cepet nonton dan rekomendasi ke aku mendingan milih tim siapa? Hasil hitungan saat ini sih 90% Tim Bagas dan sisanya, 88% Tim Vino. Bukan masalah siapa yang bakal kupilih, tapi yang jadi masalah adalah gimana cara kalian bilang ke aku kalau 90% itu sisanya bukan 88%.

By the way ada beberapa adegan favoritku, dan tenang aja enggak pakai spoiler kok!

  1. “Aku Vampir” Dua kata ini tampaknya akan menjadi kalimat legend terbaru bulan ini
  2. “Ups, elo nggak tahu apa isi buku ini? Sorry man, ternyata bukan elo doang yang tahu semua tentang Gadis. Gue udah baca buku ini, jadi gue titip buku ini ya untuk Gadis.” Dialog tepatnya gimana aku nggak inget, tapi pastinya scene ini favorit banget! Good Job Vino!
  3. “Nice Bike/Jangan lupa ganti oli/Ngomong-ngomong Motornya keren.” Semua dialog tentang pujian Vino buat motor Bagas itu jadi adegan favoritku juga karena terdengar santai tapi terkadang terdengar sarkas.
  4. “Bagas sayang Gadis.” So pasti yang ini kelihatannya akan jadi kalimat legend baru juga:v
  5. Qoutes-qoutes kece topan yang ngalahin badai ujan. Banyak scene yang pantes dijadiin qoutes. Saking banyaknya yang keren aku menyesal kenapa milih bioskop yang gelap (eh:v) jadi enggak bisa mencatat di buku.

Terima kasih banyak untuk kalian semua yang sudah mau membaca isi blogku hingga titik terakhir. Terima kasih untuk Kak Mayo yang udah ngajak aku nonton premiere MMAS, untuk Eca dan Zahra yang sudah mau menemani nobar. Terima kasih untuk para crew film Meet Me After Sunset serta para aktor dan aktris yang telah membuat peran kalian semakin hidup.

Aku sangat senang bila kalian mau menyampaikan kritik dan saran lewat Email ataupun langsung di kolom komentar. Tentu itu akan sangat membantuku untuk membuat tulisan selanjutnya.

Sampai juga lagi nanti!

Wassalammu’alaikum Wr Wb

Ross Roudhotul Jannah

Satu tanggapan untuk “[Review Film] Meet Me After Sunset, Setiap Hati Memilih Cahayanya Sendiri”

Tinggalkan komentar